VIVA – Pemerintah berencana mengatur sisa tambang hasil olahan smelter atau yang dikenal sebagai sebagai slag, untuk dikelola oleh industri tambang yang memproduksinya sebagai produk-produk yang bisa dimanfaatkan.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan bahwa selama ini slag hanya ditumpuk oleh industri tambang sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Di samping itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, slag juga dilarang untuk dibuang, karena sifatnya yang dikategorikan sebagai B3.
“Banyak, jumlahnya banyak. Itu slagnya jutaan ton, nah itu harus diolah supaya bisa dimanfaatkan. Enggak boleh dibuang, harus ditumpuk atau di-treatment sebagai B3,” katanya, usai rapat koordinasi soal smelter di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa 21 Mei 2019.
Sebab itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution yang memimpin rapat koordinasi tersebut, di katakan Fajar, meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan (KLHK) mencari jalan percepat perizinanan pengolahan slag, serta mencari produk sampingan slag yang bisa dimanfaatkan.
“Yang diperintahkan tadi oleh Pak Menko ada di KLHK untuk dalam satu minggu ini, bagaimana memanfaatkan slag dari smelter, karena kan pemerintah sedang mendorong untuk membangun smelter-smelter baru. Nah, salah satu masalahnya adalah pemanfaatan dari slag atau sisa dari proses smelter,” ungkap dia.
Dia pun mengatakan, industri tambang BUMN pada dasarnya telah memetakan beberapa produk yang bisa dimanfaatkan dari bahan baku slag tersebut. Misalnya aspal, batako, maupun beton. Sehingga, slag akan didorong untuk diolah menjadi produk-produk tersebut.
“Kalau untuk yang feronikel, karena ini berhubungan dengan kami di Antam. Itu ada untuk jalan, batako, yard, gedung dan lain-lain,” tegasnya. (asp)