Ombudsman Minta Sekolah Hentikan Pungli dengan Modus Komite

Maraknya pungutan liar dengan modus pembayaran komite sekolah membuat Ombudsman RI (ORI) geram.

Kepala ORI Perwakilan Sultra, Mastri Susilo mengatakan, dalam Permendikbud nomor 75 tahun 2016 telah diatur soal tupoksi komite sekolah.

Dalam regulasi itu, Mastri menjelaskan, komite sekolah bertugas untuk membantu sekolah dalam hal sumbangan, tapi tidak bisa melakukan pungutan. Sumbangan itu adalah jumlah dan waktu tidak ditentukan.

Jika dalam rapat komite sekolah memutuskan, bahwa dalam satu tahun, atau satu bulan itu orang tua siswa menyumbang sekian rupiah pada sekolah itu termasuk pungutan liar.

“Kita minta sekolah hentikan pungutan itu. Kalau sudah ada uang yang terkumpul, kita minta dikembalikan ke orang tua siswa, atau dibicarakan kembali ke orang tua siswa. Untuk berikutnya jangan lagi melakukan pungutan,” tegas Mastri Susilo kepada Detiksultra.

Lebih lanjut, menurut Ombudsman, sumbangan itu sukarela, tidak dicatat dan ditagihkan, apalagi ketika misalnya ada siswa yang tidak membayar kemudian diberikan sanksi, kata Mastri itu malah tidak boleh.

“Karena tidak ada konsekuensi apapun dengan sumbangan terhadap siswa yang berkaitan belajar mengajar. Komite sekolah selama ini terlalu bersemangat, sehingga melanggar aturan, ketika aturan itu dilanggar termasuk pungli,”

Olehnya itu, tutur Mastri, pihaknya saat ini melakukan sosialisasi kepada stakeholder terkait.

Diantaranya Dinas Dikbud provinsi atau kota, untuk mengingatkan kepada kepala sekolah maupun ke pengurus komite sekolah, bahwa sumbangan itu ada mekanismenya sesuai regulasi.

“Ada beberapa sekolah yang melapor, diantaranya SMAN 10 Kendari, SMKN 2 Kendari SMAN 6 Kendari, SMA 1 Konawe. Namun, secara umum kalau kita amati, hampir semua komite sekolah melakukan hal yang sama, makanya kita ingatkan di 2019 ini, sebaiknya itu tidak dilakukan lagi,” tandasnya.

Ombudsman melihat, kadang-kadang pungutan juga terjadi dalam penerimaan siswa baru Komite sekolah dilibatkan dalam penentuan penambahan pembayaran, misalnya ada penambahan rombongan belajar, lalu siswa diminta membayar sejumlah uang untuk penambahan fasilitas, kata Mastri, hal itu tidak diperbolehkan.

Mastri kembali menerangkan, orang tua siswa boleh membantu dalam pembangunan fisik, tapi dalam bentuk sumbangan.

Misalnya sekolah belum memiliki toilet, supaya ada toilet di sekolah itu, maka komite sekolah membuat proposal dan melakukan rapat dengan orang tua.

“Untuk membuat toilet total anggarannya sekian misalnya, silahkan siapa yang bisa menyumbang silahkan menyumbang, tapi bentuk sumbangan tidak selamanya dalam bentuk barang atau uang, bisa dalam bentuk tenaga seperti menjadi tukangnya,” paparnya.

ORI Sultra menganjurkan kepada sekolah, agar melakukan upaya penggalangan dana yang sudah diatur di Permen nomor 75 tahun 2016. Komite sekolah bisa mengumpulkan dana dengan sumbangan, tetapi tidak dari tiga pihak ini diantaranya perusahaan rokok, pabrik minuman keras dan partai politik.

“Selain itu diperbolehkan seperti CSR, sekolah bisa berkolaborasi dengan perusahaan untuk mengumpulkan sumbangan sebagai tanggung jawab suksesnya pendidikan di lingkungan sekolah,” pungkas Mastri.

Narasumber:KENDARI, DETIKSULTRA.COM